Halaman

Rabu, 13 Juni 2012

Buku dan Generasi (Muda) yang Terabai


Barangkali belum banyak yang tahu jika hari buku diperingati setiap tanggal 23 April. Sebuah perayaan yang menandai bahwa buku sebagai jendela dunia perlu mendapatkan tempat di pikiran dan hati setiap orang. Peringatan hari buku tentunya berbeda dengan perayaan hari-hari “besar” (penting) lainnya. Cara memperingatinya juga berbeda. Tidak ada hingar bingar maupun euforia layaknya peringatan 17 Agustus sebagai hari kemerdekaan Republik Indonesia, tanah tumpah darah kita. Seperti upacara di Istana Kepresidenan, beragam perlombaan, program-program hiburan di televisi, pesta kembang api hingga ramainya publikasi seputar hari kemerdekaan dan para pahlawannya menjadi penanda bahwa negeri ini sedang merayakan hari jadinya.



Jika perayaan hari kemerdekaan dirayakan dengan gegap gempita maka hal berbeda akan kita temui pada peringatan hari buku. Sebuah peringatan yang sunyi. Karena tidak ada perayaan hingar bingar di hari buku. Buku yang seperti kita tahu merupakan bagian penting dari sebuah peradaban. Jika ingin menguasai dunia kita perlu berkarib dengan buku. Buku menjadi syarat utama dalam pembangunan sebuah bangsa. Kejayaan peradaban sebuah negeri hanya akan menjadi mimpi bila generasi yang notabene merupakan subjek pembentuk peradaban jauh dari buku. Indonesia mungkin saja tidak akan ada dan menjadi bagian dari dunia jika para generasi (muda) terdahulu tidak dekat dengan buku. Nama-nama seperti Soekarno, Muhammad Hatta, M.Yamin, Agus Salim, Ki Hajar Dewantara dan lainnya merupakan tokoh-tokoh penting yang “kutu buku”. Mereka tidak saja membaca buku-buku pelajaran di bangku sekolah. Namun menjadikan buku layaknya kebutuhan primer yang dilakukan setiap waktu. Seperti kebutuhan makan, minum dan tidur. Buku apapun akan mereka “lahap”.

Generasi (Muda) yang Terabai
Mengapa buku menjadi penting? Sebuah pertanyaan yang menjadi konyol di tengah hiruk pikuk kemajuan bangsa-bangsa asing saat ini. Kita pun telah lama menyadari bahwa tanpa buku sebuah bangsa akan menjadi terbelakang. Buku memberikan banyak manfaat dalam menjalani kehidupan di muka bumi. Diantaranya menambah pengetahuan, mengenal berbagai hal, memberikan motivasi, mengajarkan nilai-nilai kehidupan, membentuk karakter bangsa,  hingga menjadi jalan bagi seseorang insan yang kreatif dan optimis dalam meraih apa yang dicita-citakannya (impian).

Buku merupakan sesuatu yang sangat penting. Baik itu buat diri sendiri dan orang lain. Apa yang kita ketahui dari sebuah bacaan akan bermanfaat jika kita sampaikan kepada orang lain. Dengan buku kita pun dapat saling menjaga. Menjaga untuk tidak terjebak dalam sifat atau sikap yang dapat membawa kehancuran. Seperti yang sedang berlangsung di tanah air kini. Tanpa buku kita menjadi terjebak ke dalam sifat dan sikap yang tidak hanya merugikan diri sendiri tapi juga orang lain. Seperti tamak, penakut, bermental penjahat, kebal terhadap kritik dan memiliki sifat malas dalam melakukan sesuatu dan juga menjadi sebuah bangsa yang pesimis dalam menghadapi hari esok. Semua sifat dan sikap di atas selama beberapa dekade terakhir terus menjadi penyakit menular yang hinggap di diri setiap orang. Jika kita terus melakukan hal demikian maka kehancuran akan mendekat dalam kehidupan kita.



Buku perlu “diperkenalkan” kembali kepada penerus bangsa ini, yaitu generasi muda. Generasi yang merupakan cikal bakal eksistensi bangsa. Kita membutuhkan Bung Karno atau Bung Hatta muda yang bisa berpikir jernih, produktif berkarya dan menularkan semangat pembaharuan dan pembangunan yang terencana dan terkonsep secara baik, jelas dan rapi. Sebuah bangsa akan menjadi tangguh jika tiap elemen di dalamnya tahu apa yang mereka mau. Dan rela bersusah payah untuk meraih cita-cita. Serta memiliki daya imajinasi dan kreativitas yang dapat memakmurkan diri dan bangsa. Tidak mengherankan lagi jika generasi muda merupakan titik tolak untuk kembali membangun peradaban yang disegani.

Pemuda-pemudi yang selama ini “terabaikan” akan menjadi kekuatan apabila mereka diberi “suplemen” berupa buku-buku bermutu. Bukan hanya sekedar buku pelajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum di sekolah atau kampus. Tapi generasi muda harus dekat dengan buku bacaan apapun. Baik itu suratkabar, novel, roman, majalah dan jenis buku lainnya. Dan itu pun tidak terbatas pada penulis, tema maupun isi tertentu yang disampaikan atau dikarang oleh seorang penulis. Bila mungkin, sedari dini kita hendaknya memberikan generasi muda apa yang mereka perlukan untuk menjadi representasi sebuah negeri yang di masa lampau berdiri gagah di hadapan dunia. Bukan bangsa kerdil yang penakut dan bermental “kerupuk” seperti yang menggeroti bangsa ini dalam tahun-tahun terakhir.

             Semoga kita bisa kembali melahirkan pemuda-pemudi yang berkarakter dan percaya diri. Sebuah generasi yang rindu akan bacaan dan nilai-nilai positif  dari sebuah buku. Sebagaimana pepatah: buku merupakan jendela dunia. Dengan buku kita bisa melihat dan mengetahui segala yang ada di semesta. Buku adalah kunci untuk “membuka” dan mengungkap apapun yang ingin kita ketahui.* (Penulis merupakan Alumni IAIN Imam Bonjol Padang dan saat ini bergiat di Komunitas Books Reader Padang).

Tidak ada komentar: