Barangkali belum
banyak yang tahu jika hari buku diperingati setiap tanggal 23 April. Sebuah
perayaan yang menandai bahwa buku sebagai jendela dunia perlu mendapatkan
tempat di pikiran dan hati setiap orang. Peringatan hari buku tentunya berbeda
dengan perayaan hari-hari “besar” (penting) lainnya. Cara memperingatinya juga
berbeda. Tidak ada hingar bingar maupun euforia
layaknya peringatan 17 Agustus sebagai hari kemerdekaan Republik Indonesia,
tanah tumpah darah kita. Seperti upacara di Istana Kepresidenan, beragam
perlombaan, program-program hiburan di televisi, pesta kembang api hingga ramainya
publikasi seputar hari kemerdekaan dan para pahlawannya menjadi penanda bahwa
negeri ini sedang merayakan hari jadinya.
Jika perayaan hari
kemerdekaan dirayakan dengan gegap gempita maka hal berbeda akan kita temui
pada peringatan hari buku. Sebuah peringatan yang sunyi. Karena tidak ada
perayaan hingar bingar di hari buku. Buku yang seperti kita tahu merupakan
bagian penting dari sebuah peradaban. Jika ingin menguasai dunia kita perlu
berkarib dengan buku. Buku menjadi syarat utama dalam pembangunan sebuah
bangsa. Kejayaan peradaban sebuah negeri hanya akan menjadi mimpi bila generasi
yang notabene merupakan subjek pembentuk peradaban jauh dari buku. Indonesia
mungkin saja tidak akan ada dan menjadi bagian dari dunia jika para generasi
(muda) terdahulu tidak dekat dengan buku. Nama-nama seperti Soekarno, Muhammad
Hatta, M.Yamin, Agus Salim, Ki Hajar Dewantara dan lainnya merupakan
tokoh-tokoh penting yang “kutu buku”. Mereka tidak saja membaca buku-buku
pelajaran di bangku sekolah. Namun menjadikan buku layaknya kebutuhan primer
yang dilakukan setiap waktu. Seperti kebutuhan makan, minum dan tidur. Buku
apapun akan mereka “lahap”.
Generasi (Muda) yang Terabai
Mengapa buku menjadi
penting? Sebuah pertanyaan yang menjadi konyol di tengah hiruk pikuk kemajuan bangsa-bangsa asing saat ini. Kita pun telah
lama menyadari bahwa tanpa buku sebuah bangsa akan menjadi terbelakang. Buku
memberikan banyak manfaat dalam menjalani kehidupan di muka bumi. Diantaranya menambah
pengetahuan, mengenal berbagai hal, memberikan motivasi, mengajarkan nilai-nilai
kehidupan, membentuk karakter bangsa, hingga menjadi jalan bagi seseorang insan yang
kreatif dan optimis dalam meraih apa yang dicita-citakannya (impian).
Buku merupakan
sesuatu yang sangat penting. Baik itu buat diri sendiri dan orang lain. Apa
yang kita ketahui dari sebuah bacaan akan bermanfaat jika kita sampaikan kepada
orang lain. Dengan buku kita pun dapat saling menjaga. Menjaga untuk tidak
terjebak dalam sifat atau sikap yang dapat membawa kehancuran. Seperti yang
sedang berlangsung di tanah air kini. Tanpa buku kita menjadi terjebak ke dalam
sifat dan sikap yang tidak hanya merugikan diri sendiri tapi juga orang lain.
Seperti tamak, penakut, bermental penjahat, kebal terhadap kritik dan memiliki
sifat malas dalam melakukan sesuatu dan juga menjadi sebuah bangsa yang pesimis
dalam menghadapi hari esok. Semua sifat dan sikap di atas selama beberapa
dekade terakhir terus menjadi penyakit menular yang hinggap di diri setiap
orang. Jika kita terus melakukan hal demikian maka kehancuran akan mendekat
dalam kehidupan kita.
Buku perlu
“diperkenalkan” kembali kepada penerus bangsa ini, yaitu generasi muda.
Generasi yang merupakan cikal bakal eksistensi bangsa. Kita membutuhkan Bung
Karno atau Bung Hatta muda yang bisa berpikir jernih, produktif berkarya dan
menularkan semangat pembaharuan dan pembangunan yang terencana dan terkonsep
secara baik, jelas dan rapi. Sebuah bangsa akan menjadi tangguh jika tiap
elemen di dalamnya tahu apa yang mereka mau. Dan rela bersusah payah untuk
meraih cita-cita. Serta memiliki daya imajinasi dan kreativitas yang dapat
memakmurkan diri dan bangsa. Tidak mengherankan lagi jika generasi muda
merupakan titik tolak untuk kembali membangun peradaban yang disegani.
Pemuda-pemudi yang
selama ini “terabaikan” akan menjadi kekuatan apabila mereka diberi “suplemen”
berupa buku-buku bermutu. Bukan hanya sekedar buku pelajaran yang telah
ditetapkan dalam kurikulum di sekolah atau kampus. Tapi generasi muda harus
dekat dengan buku bacaan apapun. Baik itu suratkabar, novel, roman, majalah dan
jenis buku lainnya. Dan itu pun tidak terbatas pada penulis, tema maupun isi
tertentu yang disampaikan atau dikarang oleh seorang penulis. Bila mungkin, sedari
dini kita hendaknya memberikan generasi muda apa yang mereka perlukan untuk
menjadi representasi sebuah negeri yang di masa lampau berdiri gagah di hadapan
dunia. Bukan bangsa kerdil yang penakut dan bermental “kerupuk” seperti yang
menggeroti bangsa ini dalam tahun-tahun terakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar