Halaman

Jumat, 28 Agustus 2009

Hikayat Tukang Klaim

Kali ini saya benar-benar tidak tahan untuk berkomentar tentang hal yang lagi heboh diperbincangkan. Apalagi kalau bukan urusan "paten-mematenkan" yang dilakukan oleh negara tetangga. Ulah negara tetangga yang katanya serumpun itu memang benar-benar sudah mengganggu. Saya tidak paham masalah psikologis apa yang diderita oleh mereka, tapi jika berbagai pemberitaan itu benar, saya rasa penyakit jiwa yang mereka derita LEBIH PARAH daripada MICHAEL JACKSON. Yap...secara kasarnya bisa dikatakan bahwa devisa (pariwisata) benar-benar telah menyihir dan membutakan mereka. Norma bertetangga yang harusnya dipegang dan dilakukan sudah tak dipedulikan. Satu kata untuk itu "PARAH!"

Media massa tanah air sejak beberapa tahun terakhir memang kerap memberitakan ulah saudara serumpun (katanya) itu namun sepertinya mereka belum jera. Bahkan keberadaan bulan penuh rahmat pun tidak sanggup meredam kejahatan itu barang sekejap. Hal yang paling membuat saya tidak habis pikir adalah pemberitaan seputar forum yang intinya membenci Indonesia. Sesudah tari pendet (yang sudah diakui bukan punya mereka) sekarang giliran LAGU INDONESIA RAYA yang mereka buat bertele-tele. Melihat "usaha" yang mereka lakukan selama ini untuk mencaplok budaya Indonesia benar-benar suatu hal yang menyedihkan .

Saya bukanlah seorang budayawan namun semoga apa yang sampaikan ini memberi penyadaran dan pencerahan. Saya pikir budaya bukanlah sesuatu yang lahir dalam waktu 1-2 tahun. Klaim budaya yang mereka lakukan (bagi saya) adalah bentuk ketidakpercayaan diri yang mereka punya. Budaya itu tumbuh sebagai hasil dari perenungan akan kecintaan apa yang kita miliki, apa yang ada di sekeliling kita. Jika budaya mereka (rasa) miliki tentunya FENOMENA KLAIM-MENGKLAIM BUDAYA (ORANG ) INI TAK AKAN TERJADI. Karena seisi alam, jagad raya ini sebagaimana LAW ATTRACTION akan secara otomatis kembali pada mereka. Kepada pemilik sebenarnya. Tapi jika kita lihat akan apa yang mereka lakukan hal itu tentu tidak akan terjadi. Sebagai contoh ketika tarian Pendet (Bali) diklaim sebagai milik mereka, berbagai kejanggalan akan timbul. Merujuk kepada klaim-klaim sebelumnya, kenapa baru saat ini klaim itu dilakukan? Apakah karena baru sadar (punya-nya), baru butuh atau....? Kedua tari Pendet tidak lahir serta merta seperti lahirnya tarian modern sekarang yang hasil racikan dalam tempo singkat. Ia tentunya lahir dari naluri (hamba/orang Bali) yang menjadikannya sebagai ritual keagamaan Hindu-Budha yang tercermin dari gerak dan bahasa tubuh yang digunakan. Tidak masuk akal jika tarian yang demikian berakar dan tumbuh di negara serumpun tersebut. Karena ciri Budaya Melayu bukan demikian!

Untuk membahas berpanjang lebar (negatif) mungkin tidak akan saya lakukan. Karena saya menyadari sebagai bangsa yang berkebudayaan, "rasa hormat itu tetap harus dijaga." Terlepas dari keberanian macam apa yang akan ditunjukkan oleh Pemerintah (Presiden dan Mentri Kebudayaan) serta orang-orang berkaitan dengan peristiwa ini (buadayawan, sejarawan, dll). Seandainya hal ini beranjak dari "dendam masa lalu" maka introspeksi diri wajib dilakukan. Namun jika hanya sekedar untuk "DEVISA/MEMPERKAYA DIRI" apa yang mereka lakukan benar-benar MEMALUKAN dan di luar kewajaran.

Bangsa/Orang yang terhormat adalah orang-orang yang mencintai apa yang mereka miliki. Bukan mengambil apa yang dimiliki bangsa lain untuk diakui sebagai milik kita. "Lebih baik menjadi miskin tetapi puas (tidak [pernah mencuri) punya orang dibanding kaya tapi masih mengambil dan bersenang-senang dengan punya orang lain!"

Semoga kesadaran dan keinsyafan itu segera datang pada mereka. Amin!

Tidak ada komentar: