Halaman

Minggu, 14 Desember 2008

Pilihan ikuti prosedur yang acapkali mengecewakan…!

Beberapa waktu yang lalu seorang senior pernah bercerita tentang pengalamannya berkunjung ke kampus atau perguruan tinggi yang ada di negara tetangga (Singapura), yang di sana segala keperluan administrasi kampus mahasiswa berupa urusan KTM (Kartu Tanda Mahasiswa), masuk ke ruangan perpustakaan dan fasilitas kampus lainnya cukup hanya dengan menggunakan satu buah kartu yang dapat difungsikan untuk berbagai hal. Tanpa perlu kerepotan mengurusi berbagai kartu atau lembaran-lembaran lain yang pada dasarnya tujuan hanya satu yaitu, sebagai kartu identitas diri untuk memperoleh izin dalam menggunakan fasilitas kampus seperti halnya yang terjadi di sebagian kampus atau perguruan tinggi tanah air. Hal tersebut tentunya merupakan sebuah kebanggaan bagi kampus atau perguruan tinggi (luar negeri) yang bersangkutan.

Bagaimana halnya dengan yang terjadi di kampus-kampus tanah air? Jawaban yang didapat justru berbanding terbalik dengan cerita di atas. Tentunya kita sudah banyak mendengar dan melihat langsung berbagai keluhan dan cerita-cerita mengesalkan tentang menyelesaikan persoalan administrasi kampus yang dihadapi mahasiswa. Seperti sulitnya proses untuk terdaftar sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi, keterlambatan penyerahan nilai hasil ujian, system daftar ulang guna mengikuti perkuliahan semester berikutnya yang masih ribet (merepotkan), serta urusan-urusan sedehana seperti meminjam dan mengembalikan buku-buku perpustakaan tak jarang menjadi alasan mahasiswa sehingga mengambil sikap untuk tidak peduli atau cuek untuk mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan tetek bengek kampus.

Budaya “senang repot” sepertinya masih melekat pada diri sebagian orang yang memilih profesi untuk menjadi “pelayan” akademisi kampus atau mereka yang menangani persoalan yang berkaitan dengan administrasi (kampus). Dalam arti urusan-urusan yang seharusnya dapat diselesaikan dengan cepat dan mudah justru menjadi berlama-lama yang pada akhirnya pun tak kunjung selesai jika diserahkan pada “pihak yang berwenang.”

Hal ini tanpa maksud menyepelekan atau tidak menghargai jasa mereka atau orang-orang yang telah bergelut di bidang surat menyurat (administrasi). Namun memang begitulah adanya kondisi yang ditemui dan terjadi di lapangan. Tak jarang pilihan untuk menyelesaikan suatu persoalan melalui jalur birokrasi atau prosedur yang jelas menjadi momok yang menakutkan dalam diri sebahagian mahasiswa. Hal ini dikarenakan berbelit-belitnya system yang harus dijalani tersebut yang kebanyakan hanya berujung pada kekecewaan yang terus saja berulang.

Kemajuan dunia teknologi dan informasi yang semakin deras dewasa ini sebenaranya menyediakan ruang pemanfaatan yang luas berkaitan dengan persoalan keseharian yang kita hadapi. Adanya perangkat media digital berupa internet sudah sepantasnya menjadi sebuah peluang positif yang harus diambil manfaatnya. Sebagai contoh berupa persoalan administrasi kampus yang semestinya sudah canggih dan simple (sederhana). Kerepotan ataupun kerumitan-kerumitan untuk mengatasi persoalan-persoalan sederhana jauh-jauh hari sudah menjadi masa lalu hendaknya. Bukannya malah menjadi warisan hal buruk yang terus dipertahankan.

Maka merupakan tugas kita bersama untuk mengubah hal tersebut yang terlanjur menjadi citra negatif dalam diri mahasiswa. Kita haruslah mengubah pola pikir atau prasangka negatif yang menyatakan mereka (kampus atau perguruan tinggi lain) dapat melakukan atau bergerak ke arah tersebut karena mereka memiliki dana atau modal yang cukup menjadi pemikiran positif. Kemajuan ke arah yang lebih baik hanya akan berjalan jika semua pihak memiliki kemauan dan keinginan yang kuat untuk mewujudkannya. Dalam hal itu berupa pelayanan maksimal (baik) serta memuaskan bagi siapa pun (mahasiswa) tanpa pandang bulu.

Perguruan tinggi (lembaga pendidikan) notabenenya bukan hanya sebagai tempat menuntut ilmu (proses belajar mengajar) yang hanya menyediakan setumpuk materi dan tugas yang harus diselesaikan oleh mahasiswanya. Tetapi juga dapat menyediakan fasilitas-fasilitas yang menambah kenyamanan dalam proses belajar itu sendiri baik berupa sarana fisik ataupun berupa pelayanan yang professional dan bersahaja bagi mahasiswanya. Bukankah pada akhirnya kesungguhan dan profesionalisme menjadi harga mutlak dari sebuah kemajuan dalam berbagai segi kehidupan di era global ini. ***

Tidak ada komentar: